Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokatuh

Selamat Datang Di Situs Kami
Bismilahirrahmanirrahim
Tafsir Mimpi atau Arti mimpi ini Sebagian Besar Di ambil dari Kitab Ta'bir Ru'yah Shoghir karya Ulama Besar Syekh Muhammad Bin Sirrin. Disertai Dengan Contoh dan Kisah nyata dari berbagai Sumber Semoga Bisa Bermanfaat. Serta Artikel artikel Islami, Semoga Menambah Hasanah Ke Islaman Kita... Amin
Home » , » Tokoh Filosofi Ibnu Maskawaih

Tokoh Filosofi Ibnu Maskawaih

Posted by KUMPULAN ILMU DAN CERITA on Minggu, 05 Mei 2013

Filosofi : Tokoh Filosofi Ibnu Maskawaih
  • Ibnu Maskawaih
1. Biografi Ibnu Maskawaih

Maskawaih adalah seorang filosuf muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika islam. Ia seorang sejarawan tabib, ilmuan dan sastrawan. Nama lengkapnya adalah Abu Ali Al-Khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih. Namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih.dari gelar ini tidak salah jika orang mengatakan bahwa Maskawaih tergolong menganut aliran syi’ah. Maskawaih dilahirkan di Ray (Iran), pada 320H (932M) dan wafat di Asfahan pada 9 Safar 421H (16 Pebruari 1030M).
2. Karya-Karya Ibnu Maskawaih
Maskawaih dikenal terutama dalam keahliannya sebagai sejarawan dan filosuf, Maskawaih memperoleh sebutan Bapak Etika Islam, karena Maskawaih-lah yang pertama mengemukakan teori etika dan sekaligus menulis buku tentang etika.
Adapun karya-karya Maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarahwan) diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Kitab Al-Fauz Al-Ashgar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian (metafisika).
  • Kitab Al-Fauz Al-Akbar, tentang etika.
  • Kitab Thabarat Al-Nafs, tentang etika.
  • Kitab Tadzhib Al-Akhlaq Wa Rath-hir Al-‘Araq, tentang etika.
  • Kitab Tartib As-Sa’adat, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan Bani Abbas dan Bani Buwaih
  • Kitab Tajarib Al-Umam, tentang sejarah yang berisi peristiwa-peristiwa sejarah sejak setelah air bah Nabi Nuh hingga tahun 369H.
  • Kitab Al-Jami’, tentang ketabiban.
  • Kitab Al-Adawiyah, tentang obat-obatan.
  • Kitab Al-Asyribah, tentang minuman.
Berdasarkan banyak kitab yang ditulisnya maka ketokohannya sebagai ahli filsafah dan pengarang tidak dapat dinafikan. Ide dan pandangannya jelas mendahului zaman menjadikannya sebagai salah seorang ilmuwan sarjana Islam yang tiada tolak bandingan pada zamannya.

3. Filsafat Ibnu Maskawaih
a. Hikmah dan Falsafah
Maskawaih membedakan antara pengertian hikmah (kebijaksanaan , wisdom) dan falsafah (filsafat). Menurutnya, hikmah adalah keutamaan jiwa yang cerdas (aqilah) yang mampu membeda-bedakan (Mumayyis). Hikmah adalah bahwa engkau mengetahui segala yang ada (Al-Maujudat) atau engkau mengetahui perkara-perkara ilahiah (ketuhanan) dan perkara-perkara insaniah (kemanusiaan), dan hasil dari pengetahuan engkau mengetahui kebenaran-kebenaran sepiritual (ma’qulat) dapat membedakan mana yang wajib dilakukan dan mana yang wajib ditinggalkan.
Maskawaih membagi filsafat menjadi dua bagian : bagian teori dan bagian praktis. Bagian teori merupakan kesempurnaan manusia yang mengisi potensinya untuk dapat mengetahui segala sesuatu, hingga dengan kesempurnaan ilmunya itu pikirannya benar. Sedangkan bagian praktis merupakan kesempurnaan manusia yang mengisi potensinya untuk dapat melakukan perbuatan-perbuatan moral. Jika manusia memiliki dua bagian filsafat, yang teoritis dan yang praktis tersebut, maka ia telah memperoleh kebahagiaan yang sempurna.

b. Metafisika
Metafisika Maskawaih mencakup pembahasan tentang bukti adanya Tuhan pencipta, jiwa dan kenabian (nubuwah). Sejarah lengkap metafisika Maskawaih dituangkan dalam kitabnya Al-Fauz Al Ashghar.
· Bukti-bukti adanya Tuhan pencipta
Membuktikan adanya Tuhan Pencipta, dari satu segi dapat dikatakan mudah, karena kebenaran ada-Nya telah terbukti pada dirinya sendiri dengan amat jelas. Adapun segi kesukarannya ialah karena keterbatasan akal manusia. Maskawaih berusaha membuktikan bahwa Tuhan Pencipta itu Esa, azali (tanpa awal) dan bukannya materi (jism). Tuhan dapat diketahui dengan cara menidakkan (negative), bukan dengan cara positif. Pembuktian secara positif berarti pembuktian secara langsung, sedang pembuktian secara negative adalah secara tidak langsung, Tuhan adalah bergerak, Tuhan adalah tidak Esa, Tuhan adalah diciptakan dan sebagainya.
Maskawaih menggunakan berbagai macam argument untuk menetapkan adanya Tuhan. Yang penting ditonjolkan adalah adanya gerak atau perubahan yang terjadi pada alam. Memperhatikan bahwa segala macam benda mempunyai sifat gerak atau berubah sesuai dengan watak pembawa masing-masing (sifat gerak itu berbeda-beda), maka adanya gerak yang berbeda-beda itu membuktikan adanya yang menjadi sumber gerak, Penggerak pertama yang tidak bergerak yaitu Tuhan.

· Jiwa (an-Nafs)
Maskawaih mengatakan bahwa jiwa berasal dari limpahan Akal Aktif. Jiwa bersifat rohani, suatu substansi yang sederhana yang tidak dapat diraba oleh salah satu pancaindera. Kesatuan aqliah jiwa tercermin secara amat jelas, yaitu bahwa jiwa itu mengetahui dirinya sendiri, dan mengetahui bahwa ia mengetahui dirinya, dengan demikian jiwa merupakan kesatuan yang di dalamnya terkumpul unsur-unsur akal, subyek yang berfikir dan obyek-obyek yang dipikirkan, dan ketiganya merupakan sesuatu yang satu.
Menurut Maskawaih, jiwa manusia mempunyai tiga kekuatan yang bertingkattingkat. Dari tingkat yang paling rendah disebutkan urutannya sebagai berikut:
o An-Nafs al-bahimiyah (nafsu kebinatangan) yang buruk.
o An-Nafs al-sabu’iah (nafsu binatang buas) yang sedang.
o An-Nafs an-nathiqah (jiwa yang cerdas) yang baik.
Manusia menjadi manusia yang sebenarnya jika memiliki jiwa yang cerdas. Dengan jiwa yang cerdas utuh, manusia terangkat derajatnya, setingkat malaikat dan dengan jiwa yang cerdas itu pula manusia dibedakan dari binatang. Manusia yang paling mulia adalah yang paling besar kadar jiwa cerdasnya, dan dalam hidupnya selalu cenderung mengikuti ajakan jiwa yang cerdas itu.
· Kenabian (An-Nubuwah)
Dalam membicarakan hal kenabian, Maskawaih menyajikan banyak hal yang sepintas lalu tidak lazim digolongkan sebagai topik kenabian:
o Maskawaih membicarakan masalah-masalah tingkatan wujud dalam alam dan hubungannya satu sama lain.
o Dibicarakannya pula manusia yang merupakan mikrokosmos dibandingkan dengan alam semesta yang merupakan mikrokosmos.
o Dibicarakannya juga macam-macam kapasitas dan daya manusia yang mengalami perkembangan pancaindera meningkat menjadi kekuatan bersama.
o Dibicarakan pula perihal wahyu dan cara diperolehnya.
o Tentang perbedaan antara nabi yang diutus dan nabi yang tidak diutus akhirnya tentang perbedaan antara nabi yang sungguh-sungguh dan orang yang mengaku sebagai nabi (mutanabbi).

c. Teori evolusi
Maskawaih berpendapat bahwa segala yang ada di alam mengalami proses evolusi, dilaluinya rentetan proses kejadian yang nyata rantainya tidak terputus. Dikatakannya bahwa segala sesuatu di alam ini bermula dari wujud yang sederhana. Kemudian mengalami evolusi menjadi benda-benda yang lebih tinggi.
Maskawaih mengemukakan betapa tinggi kedudukan para Nabi dibanding dengan manusia lainnya, dengan jalan terlebih dulu mengungkapkan proses evolusi. Maskawaih menetapkan adanya tipe manusia yang memang sanggup sampai ke tingkat kemanusiaan yang paling tinggi, yang memperoleh kebenaran-kebenaran yang hakiki tidak dengan jalan berpikir, tetapi dengan jalan wahyu, yaitu para nabi. Nabi tingkatnya lebih tinggi dari filosof.

d. Dasar-dasar Etika
Sebagai bapak etika Islam, Maskawaih dikenal juga sebagai Guru Ketiga (Al Mu’allim Al-Tsalits), setelah Al-Farabi, yang digelari Guru Kedua (Al-Mu’allim Al-Tsani). Sedangkan yang dipandang sebagai Guru Pertama (Al-Mu.allim Al-Awwal) adalah Aristoteles. Teorinya tentang etika secara runic ditulis dalam kitab Tahzib Al-Akhlaq wa That-hir Al-‘arq (pendidikan budi dan pembersihan watak). Mengenai teori etika Maskawaih, dalam kesempatan ini hanya akan disajikan dasar-dasarnya saja, yaitu:
· Unsur-Unsur Etika Maskawaih
Teori Etika Maskawaih bersumber pada filsafat Yunani, peradaban Persia ajaran syariat Islam, dan pengalaman pribadi. Usaha Maskawaih adalah mempertemukan ajaran syariat Islam dengan teori-teori etika dalam filsafat, setelah berusaha mempertemukan antara berbagai macam teori etika dalam filsafat.
· Pengertian Akhlak
Kata akhlaq adalah bentuk jamak (plural) dari kata khuluq. Maskawaih memberikan pengertian khuluq sebagai peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa dipikirkan dan diperhitungkan sebelumnya. Dengan kata lain khuluq adalah peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya perbuatan-perbuatan secara spontan . Perikeadaan jiwa itu dapat merupakan fitrah sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan membisaakan diri. Hal ini dapat dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya. Dari sini pula Maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia dalam hubungannya dengan pembinaan akhlak.

· Keutamaan (fadhilah)
Maskawaih menyebutkan adanya tiga macam kekuatan jiwa, yaitu bahimiyah atau syahwiyah , (kebinatangan atau nafsu syahwat) yang mengejar kelezatan-kelezatan jasmani, sabu’iyah (binatang buas) yang bertumpuh pada kemarahan dan keberanian, dan nathiqah yang selalu berpikir tentang hakikat segala sesuatu.
Keselarasan antara tiga keutamaan dasar itu menimbulkan keutamaan lain, yang merupakan kesempurnaan ketiga keutamaan dasar tersebut. Dengan demikian keutamaan-keutamaan jiwa itu ada empat macam, yaitu hikmah (wisdom), ’iffah (kesucian), syaja’ah (keberanian) dan ‘adalah (keadilan). Kebijaksanaan adalah keutamaan jiwa cerdas, kesucian adalah keutamaan nafsu syahwat; keutamaan lahir jika manusia dapat menyalurkan syahwatnya sejalan dengan pertimbangan akal yang sehat, hingga ia bebas dari perbudakan syahwatnya. Keberanian adalah keutamaan jiwa ghadhabiyah (shabu’iyah”). Keadilan adalah keutamaan jiwa yang terjadi dari kumpulan tiga macam keutamaan tersebut diatas:
o Kebahagiaan (sa’adah)
o Cinta ( mahabbah)
o Pendidikan Akhlak Pada Anak-Anak

· Perihal Kematian
Adanya kematian itu merupakan bukti keadilan tuhan terhadap hamba-Nya, tidak ada alasan untuk takut mati. Rasa takut semacam itu akan mengganggu ketentraman dan kebahagiaan hidup. Takut mati yang merupakan penyakit jiwa itu dapat terjadi karena adanya sebab-sebab sebagai berikut:
o Tidak mengetahui hakikat kematian.
o Tidak mengetahui kesudahan jiwa.
o Tidak mengetahui kekekalan jiwa.
o Mempunyai sangkaan bahwa kematian itu merupakan sakit yang amat berat, melebihi pedihnya sakit yang mendahuluinya.
o Adanya kebingungan, karena tidak tahu apa yang akan dialaminya setelah mati.
o Karena adanya rasa berat untuk bercerai dengan yang disenanginya, yaitu keluarga, anak, harta benda dan kenikmatan-kenikmatan duniawi lainnya.
Agar orang jangan sampai takut mati harus diatasi dengan rasa sebagai berikut:
o Orang harus mengetahui bahwa mati itu hakikatnya tidak lebih daripada jiwa yang menghentikan penggunaan alatnya.
o Orang harus mengetahui bahwa sebenarnya mati itu ada dua macam: mati iradi dan mati alami. Mati iradi adalah mematikan keinginan-keinginan (syahwat) dan meninggalkan usaha memenuhi tuntutan-tuntutannya sedang mati alami adalah terpisahnya jiwa dari badan.
o Orang harus mengetahui benar bahwa mati hanyalah peristiwa badaniah yang menjadi jalan pelepasan jiwa dan penghormatan bagi jiwa.
o Orang harus menyadari bahwa rasa sakit itu hanya berada pada orang hidup dan orang hidup itulah yang menerima bekas jiwa yang ada pada badannya.
o Orang yang merasa takut mati karena takut akan tertimpa hukuman setelah mati harus menyadari bahwa yang ditakuti itu sebenarnya bukan matinya tetapi siksanya yang mungkin diderita setelah mati.
o Pengalaman manusia setelah mati patut ditakuti.
o Orang tidak boleh kuatir akan berpisah dengan keluarganya, anak dan harta benda, sebab semuanya tidak akan kekal.



Sumber Bacaan
  • Jamaluddin al-Qafthi, Akhbar al-‘Ulama bi Akhbar al-Hukama’, Kairo: Maktabah al-Mutanabbi, t.t.
  • Naiati M Ustman. 2002. Jiwa dalam Pandangan Para Filosof Muslim. Bandung: Pustaka Hidayah
  • Nasition Harun. 1973. Filsafat dan Misticisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang
  • Soleh A Khudri. 2004. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Fakhry Majid. 2001. Sejarah Filsafat Islam. Bandung: Mizan
  • Hanafi Ahmad. 1990. Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang
  • http://Halid.nurislami.com
  • http://www.nlm.nih.gov/hmd/arabic/E8.html

    Thanks for reading & sharing KUMPULAN ILMU DAN CERITA

    Previous
    « Prev Post

    Popular Posts

    Labels

    Translate

    free counters